Oleh: Yeyen Khoo

Kalau ia berani mengatakan bahawa keasliannya sudah begitu, tentu aku pun mengatakan bahawa keasliannya juga sedemikian. Bergerak di tengah masyarakat dan dalam kalangan politik bukan sebagai ekor buta yang tidak tahu tujuan kepala si ekor. Bergerak kerana sesuatu yang menggerakkan dari dalam. Gerak yang terdorong dari dalam inilah yang aku namakan; keaslian. Sebaliknya, tiap-tiap gerak  yang ditonjol-tonjolkan dari luar kerana lapar pujian, inilah yang aku namakan suatu gerakan buat-buatan.

Bukankah ia diberitahu oleh aku bahawa baru-baru ini kami telah mengadakan satu gerakan bawah tanah buat persediaan kekuatan Negara di hari depan? Mengapa ia sebenci itu dan selalu mengatakan ketidaksanggupannya bila aku ajak dia supaya mahu membantu gerakan?

Ia belum menjadi manusia, katanya. Kata-kata ini sering membuat aku jadi heran. Dan ketika aku katakan kepadanya, bahawa aku juga tidak selesai dari sekolah tinggi lagi tapi sanggup juga jadi manusia. Ukuran manusia itu macam-macam. Dalam hal ini aku tidak membawa-bawa engkau juga tidak membawa orang lain, aku duduk di luar lingkungan segalanya dan percaya bahawa bila dalam dadanya telah berani mengatakan sanggup jadi manusia, tentu dengan lancar perasaannya ada dalam rasa jadi manusia, meskipun tingkatannya itu hanya sampai kepada tingkatan manusia bujang saja.

Hari ini saya berkirim surat buatmu.

Sudah bertahun saya di sini, betapa beratnya saya di sini pada awalnya diangkut dari satu tempat ke satu tempat. Melakukan perintah sebagai propagandis kepada mainan politik. Tapi bagaimana beratnya pula saya yang dihalang-halang merintang jalan. Serta betapa sakitnya berjalan sembunyi-sembunyi ditakutngeri. Tapi kisah ini mestiku ceritakan kepadamu. Meskipun cerita ini dongeng-dongeng yang panjang.

Memang sebenarnya demikian hidup kita tidak boleh mengeluarkan pendapat sendiri. Apa saja perintah mereka, harus patuh. Pernah dulu kita berbual tentang setuju dan tidak setuju dengan politik kita. Dan kita berunding supaya kita jangan hancur-hancuran. Untuk membela diri, engkau kata kita harus belajar menjadi idealis. Tetapi apa ertinya idealis materialis? Kita tetap akan mengalami kepincangan. Sepertinya kau tinggal di kota, aku tinggal di desa.

Kita pernah berbicara soal hasil-hasil politik. Soal pemerintahan kita bahawa: kemerdekaan kita yang 90% sudah berkurang ke 70%.  Kalau dikurangkan lagi 20% tentang pengambilan hak maka tinggal 50%. Dapatkah Negara ini dikatakan berdaulat? Di sini engkau menang. Engkau mahu hidup dalam keadaan berkepentingan. Rakyatmu terkuras, diberi janji manis. Kita bertengkar lagi. Saya kata engkau jangan biasa kerja berhubungan dengan soal-soal Negara dan politik . Sedang soal-soal kesengsaraan rakyat kecil-kecilan dan prajurit tak masuk dalam perhatian penting di otakmu.

Catatan perjuangan revolusi yang kekal tak pudar-pudar, tak habis-habis dan tak hilang dari kenangan kepahitan rakyat kecil. Sayangnya, rupanya engkau masih belum boleh makan ubi, engkau masih belum boleh digigit nyamuk serta kakimu masih belum boleh menginjak duri-duri  dan batu tajam. Tapi di mana pun, selamatlah engkau bekerja. Aku masih ingat kata-katamu dahulu, kau tidak akan serahkan diri kepada serdadu yang gajinya tidak menguntungkanmu. Engkau juga mengatakan bahawa engkau tidak punya waktu untuk bersama.

Engkau kata lagi saya ini terlalu revolusioner. Revolusi-revolusi sendiri tidak akan membawa keberesan perjuangan. Engkau mesti ingat, bahawa orang-orang sekitarmu kebanyakannya masih belum biasa dibawa mengertikan pikiran-pikiran asing. Mungkin beberapa tahun lagi mereka akan belajar mengertikan sesuatu yang asing dan panjang.

Lantas saya menjawab, mengapa engkau jadi menyerah sebegitu? Kalau kita yang sudah tahu ini bahawa mereka yang ada di sekitar kita belum biasa dibawa kepada pikiran yang jauh-jauh, apakah kita itu belum biasa dibawa kepada pikiran yang jauh-jauh? Apakah kita yang sudah mengerti ini akan tetap menantikan mereka pula sampai beberapa tahun lagi? Dalam menunggu itu kita tak akan bisa maju-maju kerana darjat pikiran kita tetap sama dengan pikiran mereka yang buta tuli.

Untung saja aku tak menjadi tukang sajak. Kalau tidak tentu aku akan tetap menulis tentang perkara-perkata itu. Sebab kebanyakan orang-orang sekitarku adalah orang-orang yang masih gemar menghafal-hafal sajak cinta dan melayani perasaan berderet. Dalam menjangkaui bintang merah itu, aku tetap masih kerap mempersoalkan tentang keaslian.

Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *