Kalau Usman menjadi kurang ajar, kau harus belajar jadi lebih kurang ajar,
kalau Rendra guna pelacur, kau harus lebur dalam kata-kata, menjadi lebih pelacur daripada orang lain,
kalau Kassim menjadi derhaka, kau harus lebih derhaka daripada Jebat, utuh melawan, tegak berdiri tidak bergoyang walau badai menerpa, kilat menyambar, maki datang membakar tubuh.
Kalau dia tulis sepuluh baris, menjadi kaya,
kau harus lebih derhaka—tulis dua puluh baris dan menolak wang dan harta,
kalau dia tulis pasal kemiskinan warga kota, menjadi popular, menang anugerah,
kau harus lebih derhaka—tulis pasal kemiskinan anak desa, menjadi dewasa, menjadi merdeka, dan menyumpah anugerah sampah.
Kalau dia tulis sambil menangis, orang lain turut menangis,
kau harus lebih dramatis, menjadi puitis, menjadi perintis—berada di jalan raya, di kaki lima, di dalam khemah berlubang, di dalam rumah tidak beratap, menulis puisi dan mati menjadi lagenda.
Kalau penyajak menjadi aktivis, melaung ideologi, duduk semeja dengan tokoh besar—berjaya dan menjadi oportunis,
jadilah engkau penyangak—jangan teragak-agak, menderhaka biar kepada kawan, melawan para oportunis dalam kata-kata, membunuh tanpa takut masuk muka pengadilan.
Gunakanlah kata-katamu sebagai pedang, tulis lah dengan darah, biar mengalir segala roh, menjadi raksasa, menggoncang langit sampai para penyair dalam dewan berdoa kepada Tuhan meminta pengampunan. Bersatulah penyajak yang menjadi penyangak, jangan takut tekak dicuri, kerana suara sengsara itu akan menjadi sebati bersama darah, bernafas menjadi zikir.
Dan kalau kau sudah menjadi penyangak,
jangan berhenti sampai nafas terakhir,
walau mati menanti pasti, yang paling kurang ajar itu akan jadi abadi.
Kami akan bersama-sama berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, bersatu kita teguh, bercerai kita roboh.